Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut terkait pemberhentian Aceng HM Fikri sebagai Bupati Garut. MA menyatakan pendapat DPRD Kabupaten Garut bahwa dugaan pelanggaran adat dan peraturan perundang-undangan oleh Aceng berdasar hukum.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, Rabu (23/1/2013), mengungkapkan hal tersebut dalam jumpa pers di gedung MA, Jakarta. "Mengabulkan permohonan DPRD Kabupaten Garut Nomor 172/139/DPRD tanggal 26 Desember 2012," ujar Ridwan Mansyur.
Putusan itu dijatuhkan pada Selasa (22/1/2013) kemarin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Paulus Efendie Lotulung dengan hakim anggota Yulius dan Mohammad Supadi.
Dalam pertimbangannya, majelis menilai, dalam kasus perkawinan, posisi Aceng sebagai Bupati Garut tidak sanggup dipisahkan (dikotomi) antara sebagai langsung di satu pihak dan bupati di pihak lain. Dalam perkawinan, jabatan tersebut tetap menempel dalam diri yang bersangkutan.
Oleh alasannya itu, sikap jabatan tetap harus dijaga sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkan yang pada dasarnya berbunyi, "Demi Allah, saya bersumpah/berjanji akan penuhi kewajiban sebagai kepala daerah/wakil kepala tempat dengan sebaik-baiknya dengan tetap memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan segala perarutaran perundang-undangan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat."
Ridwan menambahkan, MA akan segera mengirimkan putusan tersebut kepada pemohon, ialah DPRD Kabupaten Garut, dan termohon, Aceng Fikri.
Suatu hal yang sangat menarik dari kasus ini merupakan citra atau pola yang sanggup dijadikan pelajaran, bahwa kita janganlah bermain-main dengan apa saja yang semula kita anggap sebagai sepele.
Nama baik sejatinya merupakan sesuatu yang sangat berharga yang dimiliki seseorang. Sekali tercemar, malu itu tak akan gampang dihapus begitu saja.
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2013/01/23/12500633/MA.Kabulkan.Permohonan.DPRD.Garut.Aceng.Harus.Lengser