-->

Cerita Rakyat Indonesia: Raja Burung Parkit

Dahulu kala, Raja Burung Parkit dan rakyatnya hidup tenteram dan damai di sebuah hutan di Aceh. Setiap hari, mereka dapat hinggap berpindah, dari satu pohon ke pohon lain. Mereka pun menikmati biji-bijian dan buah-buahan yang beraneka ragam di hutan. Namun sayang, ketenteraman mereka terganggu oleh masuknya pemburu ke hutan. Ia meletakkan sebuah sangkar besar yang diberi perekat. Burung yang terperangkap di sana tak bisa terbang bebas lagi. Hampir semua rakyat di kerajaan burung tertangkap. Mereka semua terjeblos ke dalam perangkap. Sedih dan panik. Baginda Raja Burung Parkit berusaha menenangkan rakyatnya.

“Tenanglah, wahai rakyatku. Kalian tidak akan bisa keluar karena ada perekat yang dipasang oleh pemburu dalam perangkap ini. Sebentar lagi, pemburu akan datang untuk melepas perekat di tubuh kita. Jika ia mendapati kita sudah mati, ia akan membuang kita. Oleh karenanya, berpura-puralah kalian mati, wahai rakyatku!” seru Baginda Raja Burung Parkit. “Hitung hingga seratus, lalu kita bersama-sama terbang ke luar perangkap,”titah Sang Raja. Benar saja, tak lama kemudian Sang Pemburu datang memeriksa perangkap. Dibuangnya satu persatu perekat di tubuh burung-burung itu. Ia kecewa karena hampir semua burung dalam keadaan mati. Dibuangnya burung-burung itu ke luar perangkap. Ketika akan membuang burung terakhir, yaitu si Raja Burung Parkit, Sang Pemburu jatuh terpeleset. Burung-burung yang berpura-pura mati kaget! Serempak mereka terbang tinggi. Tinggal si Raja Burung di tangan Sang Pemburu.
Awalnya, Sang Pemburu berniat menyembelih burung tersebut, tetapi Raja Burung memohon belas kasihan. “Jika kau biarkan aku hidup, aku akan menghiburmu dengan nyanyianku tiap hari,” katanya. Sang Pemburu pun mengurungkan niatnya. Seperti janjinya, tiap hari Si Raja Burung Parkit bernyanyi. Indah suaranya, terdengar hingga ke istana. Maka, Raja Manusia memanggil Sang Pemburu.

“Aku mendengar kicau burungmu yang indah sekali. Jika engkau bersedia mempersembahkan burung itu untukku, aku akan menukarnya dengan sekarung emas,” pinta Raja Manusia. Tanpa berpikir dua kali, Sang Pemburu menukar Raja Burung Parkit dengan sekarung emas.

Sang Raja Manusia meletakkan burung indah itu di sangkar emas yang indah dan besar. Raja Burung Parkit sangat disayang oleh Raja Manusia. Setiap hari ia diberi makanan yang enak. Tugasnya hanya bernyanyi setiap hari untuk Sang Raja Manusia. Tetapi di dalam sangkar emas, hatinya pilu. Ia rindu pada hutannya, rindu pada rakyatnya, rindu pada lebat pohon dan aneka makanan di hutan.

Suatu hari, Si Raja Burung Parkit menggunakan siasat lamanya, yaitu berpura-pura mati. Tak terkira sedihnya hati Sang Raja Manusia menemukan burung kesayangannya mati. Segera diperintahkan prajuritnya untuk menyiapkan upacara penguburan.

Ketika upacara disiapkan, Raja Burung Parkit diletakkan di luar sangkar emasnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saat itu juga Si Raja Burung Parkit terbang setinggi-tingginya. Ia menempuh perjalanan jauh untuk sampai di hutannya dulu. Sampai di sana, ia disambut rakyatnya dengan suka cita. Baginda Raja Burung Parkit telah kembali. Mereka kini sudah berkumpul dan bisa menikmati kedamaian hutan bersama-sama.
LihatTutupKomentar